Persoalan naskh-mansūkh memang dipandang sebagai sebuah persoalan kontroversial di kalangan ulama’, sehingga sepanjang sejarah pendapat mereka tetap dikotomis akan tetapi hal ini tidak boleh mengurangi keimanan pada karakteristik al-Qur’an yang harus diposisikan secara proporsional oleh setiap muslim yang mengimaninya. Pada dasarnya asal mula timbulnya teori naskh dikarenakan adanya pro kontra ulama’ yang melihat adanya ayat-ayat yang menurut anggapan mereka saling bertentangan dan tidak dapat dikompromikan. Dalam al-Qur’an kata naskh dapat ditemukan sebanyak empat kali , yaitu dalam QS. 2:106, QS.7:154, QS.22:52 dan QS.45:29. Secara etimologinya kata naskh memiliki berbagai macam makna: diantaranya adalah al -Izālah (menghilangkan), al- Ibṭāl (membatalkan), al- Naqlu (memindah), al- Taḥwīl (mengubah). Terdapat perbedaan mengenai teori naskh . Para ulama mutaqaddimīn (abad ke-1 hingga abad ke-3 H) memperluas arti naskh sehingga mencakup: a) pembatalan pengamalan hukum sya